Menyesal Pun Sudah Tak Ada Arti
Cerpen Karya: Fthyyh
{"align":"left"} -->�Nar, ini hari ke-364 aku mengirim pesan setelah menghilangnya kamu. Kamu dalam keadaan baik kan, Nar? Aku harap begitu. Nar, hari ini aku sedang kesal. Gitar kesayanganku sudah rusak. Memang pantas sih, bagaimana bisa gitar tua yang sudah bersamaku 15 tahun bisa tetap awet seperti semula. Tapi kamu tahu kan Nar seberapa sayangnya aku dengan gitar itu? Ia mengandung banyak sekali kenangan tentangmu, Nar. Tentang alunanku yang menghibur saat laramu, tentang lagu-lagu yang kuciptakan khusus untukmu. Aku sedih sekali, Nar.�
Tringg�
Bunyi pesan masuk ke ponsel Nara. Tak lain tak bukan adalah pesan dari Satya. Lelaki itu masih tak henti jua menghubungi Nara sejak setahun lalu. Satya adalah teman SMA sekaligus teman kuliah Nara. Ia sudah tertarik kepada Nara sejak mereka kelas 1 SMA. Namun, Nara tak pernah menganggap serius perasaan Satya. Siapa yang bisa percaya terhadap Satya? Lelaki hidung belang ini senang sekali mengumbar ketampanannya di hadapan para wanita. Terlebih lagi dia adalah gitaris band yang sedang naik daun di kotanya. Tak heran, jika banyak wanita yang tergila-gila kepada Satya.
Sejak mereka SMA, tak ada satu pun hari Satya yang tanpa Nara. Ia selalu bersama Nara, membantu Nara dalam situasi tersulit Nara, menghibur Nara saat Nara sedang lara, memberi perhatian lebih kepada Nara. Sering sekali Satya datang ke rumah Nara tanpa sepengetahuan Nara hanya untuk memberikan makanan dan snack favorit Nara. Ia paham betul Nara sering sekali lupa makan apabila sudah kelelahan. Nara adalah gadis yang ambisius, dia akan berusaha habis � habisan untuk menggapai cita-citanya. Ia mengikuti bimbingan dimana � mana. Bahkan dalam sehari, Nara bisa mengikuti 3 bimbingan di tempat yang berbeda.
Satya sudah kenal betul kehidupan Nara, tetapi tidak sebaliknya. Nara tak pernah memberikan perhatian lebihnya kepada Satya, bahkan ia sering sekali lupa hari ulang tahun Satya. Nara terlalu sibuk menggapai cita � citanya. Ia tak pernah memperhatikan sekelilingnya, bahkan dirinya sendiri pun tak diperhatikannya. Orang tua Nara sudah berulang kali memperingati Nara untuk tidak terlalu menekan dirinya sendiri, namun hal itu tak pernah diperindah Nara. Ia selalu yakin bahwa hal � hal pahit akan membuahkan hasil yang manis jua nantinya.
Hari ini selepas kuliah, Satya mengajak Nara ke taman biasa mereka berdua menghabiskan waktu. Karena sedang tidak ada kegiatan, Nara pun meng-iyakan ajakan Satya. Di perjalanan, Nara merasakan dinginnya tubuh Satya. Tak seperti biasa yang tak bisa diam, Satya malah lebih banyak diamnya hari ini. Yang Nara tahu, Satya tak pernah kehabisan topik untuk bercerita kepada Nara bahkan saat mereka dalam perjalanan yang disertai riuh suara kendaraan sekali pun. Nara tak berani bertanya. Ia takut bahwa ini hanya firasatnya saja. Lantaran hingga sekarang Nara belum mengenal sisi Satya seutuhnya.
Sesampainya di taman, Satya akhirnya memulai percakapan. Ditemani langit sore yang begitu indah kalimat dari bibir Satya pun akhirnya keluar.
�Nar, kamu lupa ya besok hari ulang tahunku? �
Nara pun terdiam. Dia benar-benar lupa besok adalah hari penting Satya. Ah, Nara sudah
berapa kali ini terjadi. Kamu benar-benar sahabat yang kurang ajar, Nar.
�Hampir Sat, aku hampir lupa. Terima kasih ya sudah mengingatkan hehe�
�Nar, kali ini aku serius. Kita sudah bersama sejak SMA. Tapi kamu masih saja seperti itu.
Hari ulang tahunku saja kamu sering sekali lupa.�
�Ya maaf, Sat. Janji deh aku ga bakal lupa lagi. Pulang dari sini aku akan tandai hari ulang
tahunmu di seluruh kalender di rumahku. Aku juga akan pasang pengingat di ponselku, tenang saja.�
�Kamu ini Nar, aku tak pernah bisa marah kepadamu�
�Aku saja ya yang sering marah-marah ke kamu�
�Tak apa Nar, aku senang. Nar, mau ya besok datang ke lokasi yang nanti aku kirim, aku mau
bilang sesuatu ke kamu, aku mau beri kejutan.�
�Kenapa tak bilang sekarang saja, sih. Kamu kan tahu aku ini anaknya kepo�
�Sejak kapan kamu kepo, kamu itu cuek Nar�
�Ayo, pulang. Aku sudah mulai ngantuk�
Sesampai di rumah, Nara terbayang-bayang ucapan Satya di taman tadi. Ia tak pernah
menjumpai Satya yang serius seperti ini di hari � hari sebelumnya. Untuk kali ini, Nara
merasakan kepo yang benar - benar kepo.
�Sat, kamu mau bilang apa sih?�
�Sekarang aja tak bisa ya ?"
Pesan yang sempat tertulis di layar ponsel Nara itu tampak dihapusnya kembali. Ia tak mau
menunjukkan ke-kepoannya kepada Satya. Bisa-bisa Satya kesenangan dikepoin Nara. Nara
tak mau hal itu terjadi.
Keesokan harinya dengan gaun sederhana yang tampak indah di tubuh Nara, Nara berangkat menuju lokasi yang diberi Satya. Dengan perasaan dag-dig-dug di sepanjang jalan, Nara tenggelam dalam pikirannya menerka-nerka apa yang akan dikatakan Satya. Kejutan apa yang akan ia berikan. Dug. Jantung Nara seakan berhenti berdetak saat itu juga. Ia benar-benar tak percaya apa yang dilihatnya sekarang. Ia memilih balik ke rumah daripada harus menuntaskan ke kepoannya terhadap pria brengsek yang tak pernah berubah itu. Entah kenapa, Nara benar� benar hancur. Padahal ia juga sudah lama tahu Satya adalah lelaki buaya.
Pesan-pesan mulai memenuhi layar ponsel Nara. Panggilan-panggilan pun tak digubris Nara. Ia tenggelam dalam kesedihannya di atas kasur yang sudah mulai basah.
�Sat, jadi ini kejutan kamu? Luar biasa ya Sat. Aku saja benar-benar ga menyangka. Ternyata
kamu itu memang tak pernah tulus, Sat. Kamu persis seperti pengagum-pengagum mu yang
sudah tahu punya pacar tapi masih tergila-gila sama kamu.�
�Terima kasih ya Sat. Kamu berhasil memberhentikanku hari ini. Hampir aku mengatakan pada diriku sendiri bahwa sebenarnya aku menyayangimu, hampir.�
�Dan sekarang aku sadar, aku takkan pernah menyayangi seorang brengsek."
Tak kuasa menahan segalanya, Nara memutuskan untuk ikut orang tuanya pindah kota. Ayah
Nara ditugaskan di kota seberang mulai besok. Awalnya Nara tak mau ikut dan lebih memilih
menyelesaikan pendidikannya disini. Namun, setelah peristiwa tadi keputusan Nara berubah.
Ia lebih memilih kampus baru di kota seberang. Tak ada satu pun orang yang tahu keputusan
Nara ini. Apalagi Satya, Nara tak akan mau menceritakannya.
Tringg�.
Suara ponsel membangunkan Nara dari khayalannya.
Nara, aku takkan berhenti menghubungimu. Walau kamu tak membaca pesan-pesanku, walau kamu abaikan telfonku, aku takkan berhenti Nar, takkan pernah.
Pesan dari Satya tampak muncul kembali di layar ponsel Nara. Intuisi � intuisi Nara mulai
berhasil membuatnya hancur.
�Mau sampai kapan, Sat?�
�Mau sampai kapan berusaha menghubungiku?�
�Jangan terus membuatku bingung�
�Kamu ini brengsek�
�Kamu ini juga tulus�
�Sat, aku mohon Sat. Aku mohon berhenti�
Kata hati Nara memaksanya untuk lebih memilih mematikan ponselnya. Besok adalah tepat
satu tahun menghilangnya Nara dari kehidupan Satya sekaligus bertepatan dengan ulang tahun Satya. Nara tak berpikir sedikit pun untuk mengirimkan Satya hadiah bahkan walau hanya kata� kata selamat.
Tringg�.
Pagi � pagi sekali ponsel Nara sudah berbunyi. Dia tidak berniat membaca pesan � pesan Satya persis seperti hari � hari sebelumnya. Nara melanjutkan aktivitasnya seperti biasa. Seminggu berlalu, tumben sekali tak ada satu pun pesan dari Satya yang muncul di layar ponsel Nara. Apa lelaki itu sudah menyerah? Syukurlah pikir Nara.
Tringg� Tringg� Tringg�
Ponsel Nara berbunyi, baru saja dipikirkan ternyata ada panggilan masuk. Oh, ternyata dari
Shilla, teman SMA Nara dan Satya.
�Nar, kamu sudah tahu belum sih? Kamu kok tak pernah kesini�
�Tahu apa, Shill? Kesini ke mana?�
�Satya, Nar�
Dug. Jantung Nara seperti berhenti berdetak lagi. Kali ini dia meredam rasa amarahnya kepada lelaki itu.
�Ada apa?�
�Kamu benar � benar belum tahu. Satya kecelakaan sejak seminggu lalu, Nar. Kondisinya
semakin kritis hari ini. Dokter memprediksi umur Satya tidak akan lama. Dia mengalami
pendarahan yang luar biasa.�
Ponsel yang digenggam Nara jatuh dengan kerasnya ke lantai. Hatinya remuk lagi. Ia terduduk kaku di atas ranjangnya. Entah apa yang harus dilakukannya sekarang, ia tak bisa berpikir jernih. Tersontak ucapan Shilla, dengan segera Nara izin kepada orang tuanya dan bergegas berangkat ke kampung halamannya, tempat Satya dirawat. Dalam perjalanan Nara menangis sejadi � jadinya. Semua rasa kesal dan kecewanya terhadap Satya luruh saat ini. Nara benar-benar takut kehilangan Satya untuk selamanya.
Setahun, sudah cukup sekali bagi Nara. Perlahan Nara mulai membaca satu persatu pesan Satya. Sampai kepada pesan terakhir, Nara seakan � akan mati membacanya.
�Selamat ulang tahun Satya�
�Nar, aku tidak menginginkan kalimat itu saat ini. Aku tidak akan memaksamu untuk
membelikanku hadiah saat ini. Aku tidak akan kesal kepadamu karena kamu tak mengingat
hari ulang tahunku saat ini. Nara, pulanglah. Kembali ke kehidupanku. Isi hampa hatiku.
Hanya itu yang aku ingin. Nara, dimana pun kamu, aku berharap kebaikanmu selalu. Aku selalu berdoa agar impianmu yang mati � matian kamu perjuangkan itu dapat kamu gapai Nar.
Nara, satu hal yang harus kamu tahu, aku menyayangimu Nar. Benar � benar
menyayangimu. Kamu tahu, Nar. Aku bukan lagi Satya semenjak kehilanganmu. Nar, jika
kamu sudah temukan orang yang menggantikan posisiku disana, aku turut bahagia. Aku
bahagia atas apa pun yang membuatmu bahagia.�
� Hari ini tepat setahun, Nar. Aku masih saja tak menerima kabar darimu. Kamu tahu Nar?
Setahun lalu. Setahun lalu kamu akan menjadi pendampingku jika kamu mengatakan �iya�. Setahun lalu adalah saat � saat paling aku nantikan selama aku hidup. Setahun lalu, aku
hampir menjadi orang sakit yang paling bahagia di dunia ini, Nar. Hampir. Kamu tahu mengapa aku ingin segera melamarmu saat itu, Nar? Aku dijodohkan oleh orang tuaku. Dengan seorang wanita yang tak pernah aku cintai. Aku sering menceritakan orang yang aku cintai kepada dia Nar. Aku sering menceritakan kamu. Untung saja, dia adalah wanita yang baik. Dia mengerti perasaanku. Dia juga akan menolak perjodohan kami dan akan membantuku melamarmu.
Saat itu, saat di kafe itu aku memeluknya, Nar. Itu adalah ucapan terima kasihku kepada
wanita baik itu. Aku minta maaf bila itu menyakitimu. Kalaupun tidak, aku juga akan tetap
minta maaf, Nar. Aku minta maaf kepada hatiku sendiri yang sudah sepenuhnya buat kamu.
Namun semua rencana itu gagal Nar. Aku tidak tahu apa yang membuatmu tidak hadir saat
itu. Kamu orang yang paling kunanti di hari bahagiaku. Tapi sudahlah, tak perlu diungkit.
Aku hanya ingin kepulanganmu, Nara. �Nara, untuk yang terakhir, aku ingin berterima kasih kepadamu. Terima kasih telah membuatku jatuh cinta.
Terima kasih telah membuatku merasakan bagaimana arti ketulusan. Terima kasih telah mengajarkanku untuk sabar.
Terima kasih telah membuatku bahagia.
Terima kasih telah membuatku tertawa.
Terima kasih telah membuatku hancur sehancur - hancurnya. Aku menyangyangimu Nara dan akan selalu begitu.�
Tangis Nara tak dapat terbendung lagi, apalagi saat ia melihat Satya terbaring lemah di ranjang
rumah sakit. Nara benar � benar tak siap atas kondisi ini.
�Satya bangun�
�Nara-mu sudah pulang. Hal yang paling kamu inginkan sudah terjadi sekarang.�
�Satya aku mohon bangun. Maafkan aku, Sat. Maafkan Nara yang bodoh ini. Maafkan Nara
yang terlalu tergesa � gesa ini. Maafkan Nara yang benar � benar jahat ini. Aku sudah mendengar semua dari Ibumu, Sat. Kamu benar � benar lelaki yang tulus. Sekarang aku sudah tahu mengapa kamu mau kuliah di bidang yang tidak kamu gemari sedikit pun, hanya agar kamu bisa selalu bersamaku. Aku juga sudah tahu mengapa waktu itu tubuhmu dingin, karena kamu sedang sakit. Kamu sakit karena kehujanan membelikanku makanan dan snack favoritku. Hanya agar aku tak sakit. Sekarang aku juga sudah tahu apa yang ingin kamu katakan setahun lalu. Aku sudah membaca semua pesanmu. Aku bodoh, Sat. Benar � benar bodoh. Aku menyesal.
�Sat, aku mohon bangunlah untukku.�
�Nara-mu sudah kembali di sampingmu.�
Tittttt�..
Denyut jantung Satya tiba � tiba berhenti. Penyesalan Nara sudah tak ada arti lagi
Comments
Sign in to join the conversation
No comments yet.
Be the first to share your thoughts!